Oleh Pirdaus
A. Pendahuluan
Mengapa ilmu hadir? Mengapa pula logika itu hadir? Pertanyaan-pertanyaan ini, seperti juga pertanyaan-pertanyaan sejenis, merupakan wujud dari keingintahuan yang besar dan kritis dari manusia. Dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itulah pengetahuan dan ilmu manusia dapat tumbuh dan berkembang seiring perkembangan zaman.
Manusia merupakan makhluk hidup yang berakal budi serta mempunyai derajat yang tertinggi bila dibandingkan dengan hewan atau makhluk lainnya. Dengan beberapa keunggulannya itu, manusia memiliki rasa ingin tahu terhadap banyak hal yang ada maupun peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Hal itu disebabkan banyak sekali sisi kehidupan yang seringkali menjadi pertanyaan dalam dirinya. Buah dari keingintahuan itu dapat berupa pengetahuan yang -- suatu saat, setelah melalui beberapa proses -- dapat berubah menjadi ilmu. Pertanyaan-pertanyaan berikutnya adalah bagaimanakah manusia mendapatkan ilmu dan dengan apa manusia memperoleh, memelihara, dan meningkatkan ilmu?
Sebagai makhluk Allah, manusia diciptakan oleh-Nya dengan sempurna. Firman Allah dalam Q.S. At-Tiin ayat 3 menyuratkan Laqad khalaqnal insaana fii ahsani taqwiim yang artinya “Sesungguhnya Kami ciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk” (Junus, 1984). Manusia juga dikaruniai akal dan pikiran. Dengan akal dan pikiran inilah manusia mendapatkan ilmu. Akal dan pikiran memproses setiap pengetahuan yang diserap oleh indera-indera yang dimiliki manusia. Pengetahuan kaidah berpikir atau logika merupakan sarana untuk memperoleh, memelihara, dan meningkatkan ilmu. Jadi, ilmu tidak hanya diam di satu tempat atau di satu keadaan. Ilmu pun dapat berkembang sesuai dengan perkembangan cara berpikir manusia (Content Team, 2008).
Logika itu sendiri mengalami perkembangan secara terus menerus, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dikaitkan dengan perkembangan dunia pendidikan yang terus melakukan pembaruan-pembaruan kurikulumnya secara berkala, logika menjadi bagian integral yang juga terus berkembang. Dalam struktur kurikulum, secara integratif logika dimasukkan dalam mata pelajaran matematika di sekolah-sekolah. Namun demikian, bukan berarti mata pelajaran selain matematika tidak menggunakan logika. Logika juga tetap banyak digunakan dalam mata pelajaran lain, terutama berkaitan dengan penggunaan proses berpikir, penalaran, atau komunikasi.
Pengalaman penulis sebagai pendidik menunjukkan bahwa dalam pembelajaran matematika di sekolah-sekolah, pembelajaran logika merupakan bagian yang relatif sulit. Pembelajarannya membutuhkan proses berpikir tingkat tinggi, bukan sekadar proses mengetahui, memahami, atau menerapkan sesuatu. Logika banyak memberi ruang bagi proses berpikir analisis, sistesis, dan evaluatif. Apalagi untuk memecahkan masalah hingga penarikan kesimpulan, dibutuhkan proses berpikir yang logis.
Salah satu aspek penilaian dalam kompetensi mata pelajaran matematika di sekolah, terutama yang banyak diterapkan pada jenjang pendidikan dasar, adalah penalaran dan komunikasi (Depdiknas, 2006). Berdasarkan pengalaman penulis sebagai guru dan pengamatan penulis terhadap banyak guru Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI), guru mata pelajaran matematika Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah Mengah Atas (SMA), Madrahas Aliyah (MA), atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), masih relatif banyak guru mengalami kesulitan dalam mengembangkan aspek penalaran dan komunikasi ini menjadi indikator-indikator pencapaian kompetensi. Masalah ini juga berakibat pada kesulitan dalam mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), terutama mengembangkan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran atau RPP-nya, menyusun instrumen penilaian yang tepat, maupun menyusun pedoman penyekoran atau penilaian.
Berdasarkan uraian di atas, perlu suatu kajian analisis untuk dapat membantu memecahkan beberapa permasalahan yang dihadapi, terutama yang dihadapi guru di sekolah. Diharapkan, hasil analisis ini dapat membantu guru dalam mengembangkan logika, pembelajaran matematika, atau KTSP di sekolah-sekolah.
Untuk lebih memfokuskan analisis di atas, perlu pembatasan masalah. Masalahnya dibatasi pada perkembangan logika, kaitan logika dan pembelajaran matematika sekarang ini, dan pengembangan KTSP, terutama pengembangan indikator pencapaian kompetensi pada silabus dan RPP mata pelajaran matematika pada jenjang pendidikan dasar.
B. Perkembangan Logika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1995), diuraikan bahwa logika berarti pengetahuan tentang kaidah berpikir. Makna lainnya adalah jalan pikiran yang masuk akal. Logis berarti sesuai dengan logika, benar menurut penalaran, atau masuk akal. Menurut Soebroto (2007), kata logika berasal dari kosa kata bahasa Latin, yaitu logos yang berarti perkataan atau sabda. Kemudian kata logika diadaptasi ke beberapa bahasa lainnya, bahasa Arab misalnya, menyebutnya dengan mantiq, yang diambil dari kata nataqa yang mempunyai arti berucap atau berkata .
Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan itu dilakukan menurut cara tertentu. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika. Secara lebih luas, logika dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih (Suriasumantri, 2000).
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan, dalam pengertian sempit, logika berarti perkataan, ucapan, atau jalan pikiran yang masuk akal. Secara lebih luas, kata logika bermakna pengetahuan tentang kaidah berpikir atau bernalar atau pengetahuan tentang cara penarikan kesimpulan secara sahih.
Ada tiga tahapan yang dilalui oleh kata ‘logika’ sampai kemudian dikemas menjadi ilmu. Tahap pertama adalah tentang kata logika itu sendiri, kapankah kata itu pertama sekali di pakai sebagai istilah? Dari bukunya Bertrand Russell History of Western Philosophy diceritakan bahwa kata logika itu pertama sekali digunakan oleh Zeno dari Citium. Setelah itu, diketahui bahwa ternyata Plato dan Socrates juga sudah banyak melibatkan logika dalam banyak pembahasannya, tapi Plato dan Socrates belum atau tidak sampai kepada tahap memformalkan logika sebagai ilmu (Soebroto, 2007; Iman K., 2008).
Menurut Bertrand Russell (dalam Soebroto, 2007), logika sebagai kajian keilmuan pertama sekali dirintis oleh Aristoteles, Theoprostus, dan kaum Stoa. Aristoteles menulis buku tentang logika, kemudian buku itu diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Hunain bin Ishaq. Pada masa berkutnya, barulah orang-orang barat menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris dan bahasa lainnya.
Theoprostus kemudian mengembangkan ilmu logika yang dirintis Aristoteles itu dan sekaligus menyebarkannya sampai di kemudian hari masuk ke dalam dunia Islam. Di dunia Islam, ilmu logika ini tidak diterima begitu saja dengan mulus, tapi direspon dengan berbagai macam pendapat oleh tokoh-tokoh Islam terkemuka. Ibnu Salih dan Imam Nawawi misalnya, mereka sangat menentang penggunaan ilmu logika. Penentangan mereka itu bukan hanya sebatas menentang tidak setuju atau tidak sepakat tapi jauh lebih keras dari itu. Penentangan mereka sampai kepada mengharamkan ilmu logika untuk digunakan di dalam dunia Islam. Namun demikian, sebagian besar dari mereka (Jumhur Ulama) membolehkan mempelajari ilmu logika dengan syarat orang-orang yang akan mempelajarinya sudah kokoh iman dan cukup akalnya. Selain penolakan yang tegas serupa di atas, di antara mereka ada juga yang malah menganjurkannya, seperti Al-Gazali, Al-Farabi , Al-Kindi, dan lain-lain. Al-Kindi bukan hanya menganjurkan tapi malah mempelajari dan sekaligus menyelidiki logika Yunani secara khusus. Al-Farabi bahkan melakukannya lebih mendalam lagi dari apa yang sudah dilakukan oleh Al-Kindi (Iman K., 2008).
Logika pada perkembangannya kemudian sempat mengalami masa dekadensi yang panjang. Logika bahkan dianggap sudah tidak bernilai dan dangkal sekali. Barulah pada abad ke XIII sampai dengan Abad XV tampil beberapa tokoh lain seperti Petrus Hispanus, Roger Bacon, Raymundus Lullus dan Wilhelm Ocham yang coba mengangkat kembali ilmu logika sebagai salah satu ilmu yang penting untuk disejajarkan dengan ilmu-ilmu penting lainnya. Pada abad ke XVII dan XVIII muncul lagi tokoh-tokoh berikutnya seperti Francis Bacon membuat buku Novum Organum Scientiarum yang bahasannya antara lain tentang metode induksi yang terkenal itu. Imanuel Kant mengembangkan Logika Transendental-nya dan W. Leibnitz mengembangkan Logika Aljabar. Kemudian muncullah tokoh-tokoh pencetus dan sekaligus orang yang paling dianggap berjasa dalam pengembangan ilmu logika modern, seperti Bertrand Russell, George Boole dan G.Frege (Iman K., 2008).
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, mengapa logika itu penting? Apa untungnya mempelajari logika? Selanjutnya, apakah semua persoalan bisa dibahas atau diselesaikan dengan logika?
Sebagaimana disiplin ilmu yang lain, logika juga mempunyai kekhususan dalam pekerjaannya. Akibat logis dari kekhususan itu, dengan sendirinya logika tidak mungkin membahas atau menyelesaikan semua permasalahan. Itu artinya, logika tidak bisa mengerjakan semua hal, terutama hal-hal yang bersifat metafisika yang berhubungan dengan hal-hal yang diluar akal Namun demikian, logika menjadi penting karena logikalah dasar utama kita untuk memulai berfilsafat (Soebroto, 2007).
Logika tidaklah dapat mengukur dalamnya isi hati seseorang atau luasnya makna ayat-ayat suci Al-Quran, misalnya. Menurut Soebroto (2007), tugas logika adalah untuk mengukur cara berpikir yang benar atau untuk mengendalikan gerak pikiran saat sedang berpikir supaya tetap mengikuti format atau bentuk yang sudah distandarisasi. Logika mengatur gerak pikiran saat sedang berpikir dengan mengendalikan kemungkinan benar dan kemungkinan salah.
Logika matematika merupakan terjemahan dari symbolic logic. Logika matematika dimasukkan ke dalam matematika modern sekolah menengah, bahkan untuk kelas-kelas akhir dari sekolah dasar pun logika matematika mulai diberikan, meskipun secara sederhana (Ruseffendi, 1984). Hal ini dapat kita lihat, dengan diberlakukannya Kurikulum 1975, mata pelajaran berhitung di SD diganti dengan mata pelajaran matematika.
C. Logika dan Pembelajaran Matematika
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi diuraikan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari SD/MI untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.
Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektivan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya. Selain itu, perlu ada pembahasan mengenai bagaimana matematika banyak diterapkan dalam teknologi informasi sebagai perluasan pengetahuan peserta didik.
Selanjutnya, dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 itu juga diuraikan tentang tujuan pembelajaran matematika.
“Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memahami konsep matemtika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.”
Memperhatikan dan mencermati tuntutan Standar Isi tentang pembelajaran matematika di atas tampak bahwa pembelajaran matematika antara lain berupaya mengembangkan proses berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Hal ini sangat berkaitan dengan logika. Artinya, secara lebih luas logika memiliki peran yang sangat penting dalam pembelajaran matematika.
Dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 juga dikemukakan bahwa mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
- Bilangan
- Geometri dan pengukuran
- Pengolahan data.
Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SMP/MTs meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
- Bilangan
- Aljabar
- Geometri dan Pengukuran
- Statistika dan Peluang.
Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SMA/MA meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
- Logika
- Aljabar
- Geometri
- Trigonometri
- Kalkulus
- Statistika dan Peluang.
Berdasarkan aspek mata pelajaran matematika di atas tampak bahwa logika menjadi bagian yang terintegrasi. Pada jenjang pendidikan dasar, yakni SD/MI danSMP/MTs, logika terintegrasi secara implisit dalam aspek-aspek kompetensi mata pelajaran matematika. Pada jenjang pendidikan menengah, yakni SMA/MA, logika terintegrasi secara baik secara eksplisit dalam salah satu bagian dari aspek mata pelajaran matematika maupun dalam aspek-aspek kompetensi mata pelajaran matematika. Hal ini memberi arti bahwa logika merupakan bagian yang integral dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran matematika.
D. Penutup
Logika berarti perkataan, ucapan, atau jalan pikiran yang masuk akal. Secara lebih luas, kata logika bermakna pengetahuan tentang kaidah berpikir atau bernalar atau pengetahuan tentang cara penarikan kesimpulan secara sahih.
Logika berperan mengembangkan proses berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif dalam pembelajaran matematika. Logika merupakan bagian yang integral dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran matematika.
Daftar Pustaka
Content Team, AsianBrain.com. 2008. Definisi Ilmu. www.anneahira.com/ilmu/ index.htm diakses pada 14 November 2008.
Depdiknas. 2006. Model Penilaian Kelas Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Nasional Departemen Pendidikan Nasional.
Iman K. 2008. Logika. http://www.parapemikir.com/articles/6472/1/Logika/Page1. html diakses pada 13 Desember 2008.
Junus, Mahmud. 1984. Tarjamah Al Qurän Al Karim. Bandung: PT Al-Ma’arif.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentag Standar Isi.
Ruseffendi, E.T.. 1984. Dasar-dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru dan Orang Tua. Bandung: Tarsito.
Soebroto, Alexander. 2007. Pengantar Logika. http://www.parapemikir.com/articles/ 52/1/Pengantar-Logika/Page1.html diakses pada 13 Desember 2008
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua Cetakan Keempat. Jakarta: Balai Pustaka.
0 comments:
Post a Comment