Oleh :
Eriga
(eriga_mayang@yahoo.com)
Siti
Khomsatun (khomsa_azzahra@yahoo.com) dan
Zainab
(zai_enab@yahoo.com)
PENDAHULUAN
Dunia
pendidikan saat ini memiliki banyak problem yang dihadapi oleh para pendidik
maupun siswa. Hal ini terjadi karena adanya perubahan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang drastis sehingga mempengaruhi sikap, tingkah laku, dan pola
belajar siswa. Perkembangan teknologi yang semakin pesat menimbulkan dampak
positif dan negatif di dalam dunia pendidikan. Dampak positif dari teknologi
modern, salah satunya bagi pendidikan adalah proses pembelajaran dapat
menggunakan multimedia seperti internet sehingga siswa memperoleh informasi pengetahuan yang lebih
banyak dan akurat. Selain memberikan dampak positif, teknologi modern juga
menimbulkan banyak dampak negatif bagi siswa seperti, kecanduan bermain games
di dunia maya melihat gambar-gambar porno, kecanduan komunikasi di dunia maya
dan sebagainya. Hal inilah yang perlu diimbangi oleh dunia pendidikan sehingga
siswa memiliki karakter yang baik yang dapat menyerap manfaat dari kemajuan
teknologi. Pemerintah telah mencanangkan pendidikan yang dapat membangun karakter
siswa berupa pendidikan karakter. Namun masih terdapat beberapa hambatan di dunia
pendidikan saat ini (dikutip Munif Chatib; 2011: 85-87) yaitu :
1. Beberapa
elemen sistem pendidikan kita masih kurang sejalan dengan sistem pendidikan
yang proporsional
2. Pemahaman
yang salah tentang makna sekolah unggul di Indonesia.
3. Desain
kurikulum yang masih sentralistis.
4. Penerapan
kurikulum yang tidak sejalan dengan evaluasi hasil akhir pendidikan
5. Proses
belajar yang menggunakan kreativitas tingkat tinggi
6. Proses
penilaian hanya dilakukan secara parsial pada kemampuan kognitif yang terbesar
masih belum menggunakan penilaian autentik secara komprehensif.
Sesungguhnya
permasalahan utama yang terjadi saai ini pada bidang pendidikan adalah
rendahnya motivasi, minat yang tidak sesuai dan konsep kepribadian yang belum
matang. Hal ini terlihat dari proses
pembelajaran yang menunjukkan bahwa peserta didik kurang berminat untuk
belajar, khususnya matematika. Kurangnya minat peserta didik dalam belajar salah satunya disebabkan belum
terbentuknya karakter yang kuat pada diri peserta didik sehingga mudah terpengaruh oleh hal-hal
negatif yang menyebabkan kurang dipahaminya urgensi menuntut ilmu dan akhirnya
mereka kurang termotivasi untuk belajar.
Berkaitan dengan permasalahan-permasalahan
di atas, pemakalah berpendapat bahwa sejatinya fungsi sekolah tidak hanya
sebagai tempat untuk transfer ilmu secara akademis saja, tetapi lebih dari itu
sekolah merupakan lembaga yang berfungsi untuk mengembangkan potensi dan membentuk
karakter serta peradaban bangsa. Hal ini berarti pendidikan di setiap jenjang
termasuk SMP harus diselenggarakan secara sistematis yang menanamkan
nilai-nilai karakter kepada warga sekolah. Pendidikan karakter di sekolah seharusnya
mulai disosialisassikan dan dilaksanakan secara optimal yaitu menyentuh pada
norma atau nilai-nilai dan tingkatan internalisasi, serta tindakan nyata dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan pembentukan karakter peserta didik sejak usia
dini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang nyata dalam rangka menumbuhkan
minat dan motivasi belajar anak sebagai titik awal untuk membangun peradaban
bangsa yang bermartabat dan berakhlak mulia.
KAJIAN TEORI
Minat dan Motivasi
Motivasi adalah sesuatu yang
menghidupkan (energize), mengarahkan
dan mempertahankan perilaku; motivasi membuat siswa bergerak, menempatkan
mereka dalam suatu arah tertentu, dan menjaga mereka agar terus bergerak. Kita
sering melihat motivasi siswa tercermin dalam investasi pribadi dan dalam
keterlibatan kognitif, emosional, dan perilaku di berbagai aktivitas sekolah (dikutip
: Ormrod 2008).
Semua
siswa termotivasi dalam suatu cara tertentu. Seorang siswa mungkin tertarik
pada pelajaran di kelas dan mencari tugas yang menantang, berpartisipasi secara
aktif dalam diskusi kelas , serta mendapatkan nilai tinggi dalam tugas-tugas
yang ditugaskan. Siswa lainnya mungkin lebih tertarik dengan sisi sosial
sekolah, sering berinteraksi dengan teman sekelas, hampir setiap hari mengikuti
aktivitas ekstrakurikuler, dan mungkin mencalonkan diri sebagai ketua kelas.
Siswa lain mungkin berfokus pada atletik,
unggul di kelas pelajaran fisik, hampir setiap siang dan akhir pekan bermain
atau melihat pertandingan olahraga, dan mengikuti perkumpulan fitness.
Sedangkan siswa-siswa lainnya - mungkin karena ketidakmampuan belajar yang
tidak terdeteksi, sifat pemalu, atau tubuh yang tak terkoordinasi - mungkin
termotivasi untuk menghindari aktivitas akademik, situasi sosial, atau
aktivitas atletik.
Motivasi
memiliki beberapa pengaruh terhadap pembelajaran dan perilaku siswa, yaitu :
1.
Motivasi mengarahkan perilaku ke tujuan tertentu.
Motivasi menetukan tujuan-tujuan spesifik yang menjadi arah usaha siswa
(Maehr & Meyer 1997; Pintrich at. Al.,1993). Jadi, motivasi mempengaruhi
pilihan yang dibuat siswa, misalnya apakah akan menyelesaikan tugas PR yang
sulit atau bermain videogame dengan teman-teman.
2.
Motivasi meningkatkan usaha dan energi.
Motivasi menentukan apakah mereka mengejar suatu tugas secara antusias
dan sepenuh hati atau secara apatis dan malas-malasan.
3.
Motivasi meningkatkan prakarsa (inisiasi) dan kegigihan terhadap berbagai
aktivitas.
Siswa lebih cenderung memulai suatu tugas yang benar-benar mereka
inginkan . Mereka juga lebih cenderung melanjutkan pekerjaan yang diinginkan
sampai mereka menyelesaikannya meskipun terkadang diganggu atau merasa frustasi
selama mengerjakannya (Larson 2000,
Maehr 1984, Wigfield 1994). Secara umum motivasi meningkatkan waktu mengerjakan
tugas , suatu faktor penting yang mempengaruhi pembelajaran dan prestasi mereka
(Wigfield dalam Ormrod, 2008)
4.
Motivasi memengaruhi proses-proses kognitif
Motivasi mempengaruhi apa yang diperhatikan oleh siswa seberapa efektif
mereka memprosesnya ( Dikutip
5.
Motivasi menentukan konsekuensi mana yang memberi penguatan dan menghukum
6.
Motivasi sering meningkatkan
performa.
Motivasi dibagi dalam dua jenis yaitu motivasi
ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang
disebabkan oleh faktor-faktor eksternal individu dan tidak berkaitan dengan
dengan tugas yang sedang dilakukan. Sedangkan motivasi intrinsik adalah
motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor di dalam diri atau melekat dalam
tugas yang sedang dilakukan. Siswa yang termotivasi secara ekstrinsik mungkin
menginginkan nilai yang baik, uang, atau pengakuan terhadap aktivitas dan
prestasi khusus, misalnya siswa sekolah olahraga yang lebih menginginkan
kesuksesan dalam bidang olahraga yang ditekuni. Siswa yang termotivasi secara
intrinsik mungkin terlibat dalam suatu
aktivitas karena aktivitas itu memberinya kesenangan, membantu, mereka
mengembangkan keterampilan yang dirasa penting, atau tampak secara etika dan
moral benar untuk dilakukan.
Siswa paling mungkin menunjukkan pengaruh motivasi
yang bermanfaat ketika mereka termotivasi secara intrinsik untuk terlibat dalam
aktivitas-aktivitas kelas.Siswa yang termotivasi secara intrinsik mengerjakan
tugas yang yang diberikan dengan sukarela dan antusias mempelajari
materi-materi di kelas, lebih mungkin memproses informasi dengan cara-cara yang
efektif, misalnya dengan terlibat dalam pembelajaran yang bermakna dan lebih
memungkinkan berhasil di level yang tinggi. Sebaiknya siswa yang termotivasi
secara ekstrinsik mungkin harus dibujuk atau didorong dulu agar melakukan suatu
tugas, mungkin hanya memproses informasi sepintas lalu, dan seringkali hanya
tertarik mengerjakan tugas-tugas yang mudah dan memenuhi persyaratan minimum
kelas.
Minat adalah suatu bentuk motivasi intrinsik, karena
ketika siswa memiliki minat (interest) pada topik atau aktivitas
tertentu, mereka akan beranggapan bahwa topik atau aktivitas tersebut menarik
dan menantang untuk dikerjakan atau diperhatikan. Siswa yang mengejar suatu
tugas yang menarik minatnya mengalami afek positif yang signifikan seperti kesenangan,
kegembiraan, dan kesukaan (Ormrod, 2008). Para ahli psikologi membedakan dua
jenis minat yaitu minat situasional dan minat pribadi. Minat situasional dipicu
oleh sesuatu di lingkungan sekitar. Misalnya hal-hal yang baru, berbeda, tak
terduga, atau secara khusus hidup sering menghasilkan minat situasional,
demikian pula hal-hal yang melibatkan tingkat aktivitas yang tinggi atau emosi
yang kuat. Sedangkan minat pribadi
adalah minat di dalam pikiran siswa.
Dimana siswa cenderung memiliki preferensi pribadi tentang topik-topik yang
mereka kejar dan aktivitas yang mereka ikuti. Minat pribadi semacam ini relatif
stabil sepanjang waktu dan mengahasilkan pola yang konsisten dalam pilihan yang
dibuat siswa.
Pendidikan Karakter
Pembentukan karakter bangsa dapat
dimulai sejak usia dini yang merupakan tanggung jawab bersama antara orangtua
(pendidikan informal), guru(pendidikan formal) dan lingkungan (pendidikan
nonformal). Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat
istiadat (Sudrajat, 2010). Sejalan dengan pendapat tersebut, Suyanto (2010)
menyatakan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi
ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Berdasarkan pendapat-pendapat diatas,
dapat disimpulkan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang
bersumber pada keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi ciri khas
tiap individu untuk bekal hidup di dunia. Individu yang berkarakter baik adalah
individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap
akibat dari keputusan yang ia buat.
Pembentukan karakter merupakan salah
satu tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Pasal I UU Sisdiknas tahun
2003. Dalam Pasal tersebut menyatakan bahawa di antara tujuan pendidikan
nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan,
kepribadian dan akhlak mulia. Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar
pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian
atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh
berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Pendidikan
karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada
warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha
Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi
manusia insan kamil. Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus,
yaitu melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan
tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini maka
pendidikan karakter tidak akan efektif dan pelaksanaannya pun harus dilakukan
secara sistematis dan berkelanjutan (dikutip dari http://pondok-ibu.com).
Keterkaitan Minat dan
Motivasi dalam Pendidikan Karakter
Salah satu tujuan pendidikan
nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan,
kepribadian dan akhlak mulia. Pendidikan karakter mempunyai salah satu prinsip
yaitu mengembangkan motivasi prestasi belajar. Sehingga dengan penerapan
pendidikan karakter dapat menumbuhkan bahkan meningkatkan minat dan motivasi
belajar siswa sampai untuk mencapai impian mereka untuk masa depan. Seorang
siswa harus mempunyai minat untuk mencapai sesuatu. Dengan minat siswa lebih
terarah dengan apa yang akan dicapai ke depannya, namun jika minat tanpa
dibarengi dengan motivasi maka impian terhadap minat tersebut akan sia-sia.
Pendidikan karakter lebih menekankan kepada siswa untuk memiliki karakter sehingga
mereka harus dapat membuat suatu keputusan
terhadap sesuatu dan siap bertanggung jawab terhadap tiap akibat dari
keputusan yang mereka buat.
Tujuan pendidikan nasional yang mengembangkan
potensi atau minat dapat ditunjang penuh oleh sikap karakter baik siswa
tersebut sehingga mereka termotivasi dalam mengembangkan minat yang dapat
meraih prestasi akademik. Pendidikan karakter mengarahkan siswa untuk mempunyai
dan mencapai impian sesuai dengan minat mereka tanpa mengabaikan sesuatu yang
menunjang keberhasilan prestasi akademik.
Peranan Pendidikan Karakter dalam Proses Pembelajaran
Pendidikan karakter sangat menunjang
proses pembelajaran terhadap keberhasilan akademik. Beberapa penelitian
menunjukkan penemuan-penemuan penting yang diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan
oleh Character Education Partnership.
Dalam buletin ini diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari
University Of Missouri – St. Louis, menunjukkan peningkatan motivasi siswa
sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan
pendidikan karakter. Selain itu, kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat
dalam pendidikan karakter menunjukkan penurunan drastis pada perilaku negatif
siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik (dikutip dari http://pondok-ibu.com).
Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan
berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini
adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena
seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan
kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Hal ini sejalan
dengan pendapat Daniel Goleman yang dikutip oleh Suyanto (2010) tentang
keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh
kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ).
Dengan demikian, pendidikan karakter mengupayakan bahwa lulusan SMP memiliki
keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter
mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki
kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia.
Proses Pembelajaran
Berdasarkan Landasan Psikologi
Proses pembelajaran
dapat berlangsung dengan baik jika tercipta hubungan yang baik antara sekolah,
guru, keluarga, maupun individu siswa. Seorang siswa dapat mencapai suatu
prestasi akademik yang tinggi jika memiliki karakter yang kuat, dalam hal ini
guru tidak hanya sebagai tenaga pengajar melainkan sebagai tenaga pendidik
sehingga tidak hanya meningkatkan prestasi akademik siswa tetapi dibarengi
dengan akhlak yang baik. Hal ini mengisyaratkan bahwa pendidikan karakter sudah
selayaknya terintegrasi dalam kurikulum pembelajaran dan diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
Menurut Koesuma, proses pembelajaran
yang berkarakter harus mengusung 12 pilar keutamaan yaitu :
1. Penghargaan terhadap tubuh
Pendidikan karakter mesti memprioritaskan tentang bagaimana
individu dapat menjaga tubuhnya satu sama lain, tidak merusaknya, melainkan
membuat keberadaan tubuh tumbuh sehat sesuai dengan perkembangan dan
pertumbuhan kodratnya. Penghargaan terhadap tubuh merupakan ekspresi diri
individu untuk menjadi perawat dan pelindung satu sama lain. Individu mesti
menumbuhkan dalam dirinya sendiri keinginan untuk merawat tubuh diri dan
orang lain, termasuk pertumbuhan psikologis dan emosionalnya.
2. Transendental
Pengembangan keutamaan transendental, baik itu yang
sifatnya religius, keagamaan, maupun yang sublim, seperti kepekaan seni,
apresiasi karya-karya manusia yang membangkitkan refleksi serta kemampuan
untuk memahami kebesaran yang Illahi merupakan dasar bagi pengembangan
pembentukan karakter. Setiap individu dianugerahi kepekaan akan sesuatu yang
lembut, halus, yang bekerja secara rohani mendampingi manusia, kepekaan akan
sesuatu yang adikodrati. Kepekaan akan yang Kudus, yang transenden, yang
baik, yang indah, baik itu dalam diri manusia maupun di alam, merupakan salah
satu sarana untuk membentuk individu menjadi pribadi berkeutamaan.
3. Keunggulan akademik
Keunggulan akademik adalah tujuan dasar sebuah lembaga
pendidikan. Keunggulan akademik berbeda dengan sekedar lulus ujian.
Keunggulan akademik mencakup di dalamnya, cinta akan ilmu, kemampuan berpikir
kritis, teguh pada pendirian, serta mau mengubah pendirian itu setelah
memiliki pertimbangan dan argumentasi yang matang, memiliki keterbukaan akan
pemikiran orang lain, berani terus menerus melakukan evaluasi dan kritik
diri, terampil mengomunikasikan gagasan, pemikiran, melalui bahasa yang
berlaku dalam ruang lingkup dunia akademik, mengembangkan rasa kepenasaranan
intelektual yang menjadi kunci serta pintu pembuka bagi hadirnya ilmu
pengetahuan. Dari kecintaan akan ilmu inilah akan tumbuh inovasi, kreasi dan
pembaharuan dalam bidang keilmuan.
4. Penguasaan diri
Penguasaan diri merupakan kemampuan individu untuk
menguasai emosi dan perasaannya, serta mau menundukkan seluruh dorongan emosi
itu pada tujuan yang benar selaras dengan panduan akal budi. Penguasaan diri
termasuk di dalamnya kesediaan mengolah emosi dan perasaan, mau menempatkan
kecondongan rasa perasaan sesuai dengan konteks dan tujuan yang tepat
sebagaimana akal budi membimbingnya. Penguasaan diri termasuk di dalamnya
kemampuan individu dalam menempatkan diri, bertindak dan berkata-kata secara
bijak dalam ruang dan waktu yang tertentu.
5. Keberanian
Keberanian merupakan keutamaan yang memungkinkan individu
mampu melakukan sesuatu dan merelisasikan apa yang dicita-citakannya.
Keberanian termasuk di dalamnya kesediaan untuk berkorban demi nilai-nilai
yang menjadi prinsip hidupnya, tahan banting, gigih, kerja keras, karena
individu tersebut memiliki cita-cita luhur yang ingin dicapai dalam hidupnya.
Keberanian merupakan dorongan yang memungkinkan individu mewujudnyatakan dan
merealisasikan impiannya.
6. Cinta kebenaran
Cinta akan kebenaran merupakan dasar pembentukan karakter
yang baik, bukan sekedar sebagai seorang pembelajar, melainkan juga sebagai
manusia. Manusia merindukan kebenaran dan dengan akal budinya manusia
berusaha mencari, menemukan dan melaksanakan apa yang diyakini sebagai
kebenaran. Prinsip berpegang teguh pada kebenaran mesti diterapkan bagi
praksis individu maupun dalam kehidupan bersama. Cinta akan kebenaran yang
sejati memungkinkan seseorang itu berani mengorbankan dirinya sendiri demi
kebenaran yang diyakininya. Sebab, keteguhan nilai-nilai akan kebenaran
inilah yang menentukan identitas manusia sebagai pribadi berkarakter.
7. Terampil
Memiliki berbagai macam kompetensi dan keterampilan yang
dibutuhkan, bagi bagi perkembangan individu maupun dalam kerangka
pengembangan profesional menjadi syarat utama pengembangan pendidikan
karakter yang utuh. Memiliki kemampuan dasar berkomunikasi, baik secara lisan
maupun tulisan, kompeten dalam bidang yang digeluti merupakan dasar bagi
keberhasilan hidup di dalam masyarakat. Melalui kompetensinya ini seorang
individu mampu mengubah dunia.
8. Demokratis
Masyarakat global hidup dalam kebersamaan dengan orang lain.
Ada kebutuhan untuk saling membutuhkan, bahu membahu satu sama lain.
Masyarakat tidak dapat hidup secara tertutup sebab keterhubungan satu sama
lain itu merupakan kondisi faktual manusia. Karena itu, setiap individu mesti
belajar bagaimana hidup bersama, mengatur tatanan kehidupan secara bersama,
sehingga inspirasi dan aspirasi individu dapat tercapai. Demokrasi
mengandaikan bahwa individu memiliki otonomi dalam kebersamaan untuk mengatur
kehidupannya sehingga individu dapat bertumbuh sehat dalam kebersamaan.
Demokrasi termasuk di dalamnya pengembangan dan penumbuhan semangat
kebangsaan.
9. Menghargai perbedaan
Perbedaan adalah kodrat manusia. Menghargai perbedaan
merupakan sikap fundamental yang mesti ditumbuhkan dalam diri individu.
Terlebih dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, menghargai
perbedaan mesti ditumbuhkan dalam diri tiap individu, karena negara kita ini
berdiri karena para pendiri bangsa ini menghargai perbedaan, dan dalam
perbedaan itu mereka ingin mempersatukan kekuatan dan tenaga dalam membangun
bangsa.
10. Tanggung jawab
Tanggungjawab merupakan unsur penting bagi pengembangan
pendidikan karakter karena terkait dengan ekspresi kebebasan manusia terhadap
dirinya sendiri dan orang lain. Tanggung jawab ini memiliki tiga dimensi,
yaitu tanggungjawab kepada (relasi antara individu dengan orang lain),
tanggungjawab bagi (hubungan individu dengan dirinya sendiri), serta
tanggungjawab terhadap (hubungan individu terkait dengan tugas dan
tanggungjawabnya di dalam masyarakat).
11. Keadilan
Bersikap adil, serta mau memperjuangkan keadilan adalah
sikap dasar pribadi yang memiliki karakter. Keadilan penting untuk
diperjuangkan karena manusia memiliki kecenderungan untuk antisosial. Untuk
itulah diperlukan komitmen bersama agar masing-masing individu dihargai.
Dalam konteks hidup bersama, keadilan menjadi jiwa bagi sebuah tatanan
masyarakat yang sehat, manusiawi dan bermartabat. Tanpa keadilan, banyak
hak-hak orang lain dilanggar.
12. Integritas moral
Integritas moral merupakan sasaran utama pembentukan
individu dalam pendidikan karakter. Integritas moral inilah yang menjadikan
masing-masing individu dalam masyarakat yang plural mampu bekerjasama
memperjuangkan dan merealisasikan apa yang baik, yang luhur, adil dan
bermartabat bagi manusia, apapun perbedaan keyakinan yang mereka miliki.
Integritas moral memberikan penghargaan utama terhadap kehidupan, harkat dan
martabat manusia sebagai mahluk ciptaan yang bernilai dan berharga apapun
keadaan dan kondisinya. Kehadiran individu yang memiliki integritas moral
menjadi dasar bagi konstruksi sebuah tatanan masyarakat beradab. Integritas
moral muncul jika individu mampu mengambil keputusan melalui proses
pertimbangan rasional yang benar, dan melaksanakannya dalam tindakan secara
bijak, sesuai dengan konteks ruang dan waktu tertentu. Integritas moral
termasuk di dalamnya kemampuan individu untuk membuat kebijakan praktis yang
bermakna bagi hidupnya sendiri dan orang lain
|
Pendidikan karakter mengembangkan
berbagai potensi sehingga terjadi interaksi tingkah laku dengan lingkungan
untuk mencapai tujuan. Tingkah laku yang terjadi merupakan hasil dari
pertumbuhan dan perkembangan psikologi individu. Psikologi dan pendidikan
mempunyai kaitan yang sangat erat sehingga psikologi mempengaruhi proses
pembelajaran. Psikologi memandang belajar merupakan usaha yang dilakukan oleh
seseorang untuk melakukan perubahan dalam tingkah laku yang secara sadar dan
merupakan hasil interaksi dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku merupakan
hasil dari proses belajar. Dengan memahami struktur dan aspek psikologi dari
peserta didik maka proses pembelajaran dapat dilaksanakan secara efektif.
Psikologi mempunyai arti penting dalam dunia pendidikan dimana aspek
psikologi berperan dalam proses pembelajaran. Psikologi pendidikan mempunyai
peran yang penting berupa interaksi guru dan murid, pemilihan metode dan
bahan ajar, menumbuhkan perkembangan fisik dan mental anak dalam mencapai
tujuan pembelajaran atau minat dari anak tersebut. Kelancaran proses
pembelajaran sangat dipengaruhi oleh psikologi pendidikan, diantaranya :
1.
Membantu guru dalam membuat
disain instruksional
2.
Disain instruksional adalah
suatu rancangan untuk melaksanakan proses belajar mengajar, yang berisi
rancangan untuk menentukan isi materi, tujuan yang hendak dicapai, bagaiman
proses, serta evaluasi yang tepat.
3.
Membantu guru di dalam
“memahami” anak didik.
Berdasarkan
pemaparan di atas ,maka guru diharapkan dapat memilih model atau metode
pembelajaran yang lebih tepat untuk merangsang minat dan motivasi belajar siswa dengan
membangun pendidikan karakter anak berlandaskan pada aspek psikologi, serta
tidak mengabaikan kebutuhan dasar siswa sebagai manusia seperti kebutuhan
untuk aktualisasi diri, misalnya kebutuhan untuk mewujudkan potensi-potensi
yang dimiliki seperti siswa pada
Sekolah Olahraga yang berpotensi di bidang olahraga ataupun kebutuhan untuk
mengetahui dan memahami, misalnya kebutuhan yang berkaitan dengan iptek.
(Tirtarahardja & S.L.La Sulo, 2008).
PENUTUP
Berdasarkan
problematika pendidikan dari sisi psikologi khususnya untuk mengatasi masalah
minat, motivasi , dan membentuk karakter siswa pada proses pembelajaran, maka
ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian pengambil kebijakan dalam
masalah pendidikan, yaitu masalah kurikulum. Dampak positif dari kemajuan
teknologi dapat menubuhkan minat, motivasi serta karakter siswa dalam proses
pembelajaran. Minat dan motivasi dapat ditumbuhkan melalui strategi
pembelajaran yang sesuai serta konsep kurikulum yang mengacu pada pendidikan
karakter. Dengan psikologi maka guru harus dapat mempelajari dan memahami
kejiwaan siswa. Dengan memahami kejiwaan siswa maka guru juga mengetahui minat
siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi dengan dilaksanakan berdasarkan
pendidikan karakter. Pendidikan karakter dapat efektif tejalin jika terus
dikembangkan dan dibudidayakan mata pelajaran yang sukar sehingga menjadi
mudah.
|
|
DAFTAR PUSTAKA
Asmani, J.M. 2011. Buku Panduan Internalisasi
Pendidikan Karakter di sekolah.
Ormrod, J.E. (2009). Psikologi Pendidikan : Membantu
siswa tumbuh dan berkembang Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga.
Sudrajat,
Akhmad. (2010). Pendidikan karakter di SMP. Tersedia : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/08/20/pendidikan-karakter-di-smp/
Diakses
: 29 November 2011
Koesoema, Doni. (2010). 12 Pilar Keutamaan Pendidikan
Karakter Utuh dan Menyeluruh. Tersedia : http://www.pendidikankarakter.org/12%20Pilar.htm.
Diakses : 29 November 2011.
0 comments:
Post a Comment