Monday, December 19, 2011

MINAT DAN BAKAT PADA PENDIDIKAN KARAKTER YANG BERLANDASKAN PSIKOLOGI

0 comments

Oleh :
Eriga (eriga_mayang@yahoo.com)
Siti Khomsatun (khomsa_azzahra@yahoo.com) dan
Zainab (zai_enab@yahoo.com)

PENDAHULUAN
Dunia pendidikan saat ini memiliki banyak problem yang dihadapi oleh para pendidik maupun siswa. Hal ini terjadi karena adanya perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi yang drastis sehingga mempengaruhi sikap, tingkah laku, dan pola belajar siswa. Perkembangan teknologi yang semakin pesat menimbulkan dampak positif dan negatif di dalam dunia pendidikan. Dampak positif dari teknologi modern, salah satunya bagi pendidikan adalah proses pembelajaran dapat menggunakan multimedia seperti internet sehingga siswa  memperoleh informasi pengetahuan yang lebih banyak dan akurat. Selain memberikan dampak positif, teknologi modern juga menimbulkan banyak dampak negatif bagi siswa seperti, kecanduan bermain games di dunia maya melihat gambar-gambar porno, kecanduan komunikasi di dunia maya dan sebagainya. Hal inilah yang perlu diimbangi oleh dunia pendidikan sehingga siswa memiliki karakter yang baik yang dapat menyerap manfaat dari kemajuan teknologi. Pemerintah telah mencanangkan pendidikan yang dapat membangun karakter siswa berupa pendidikan karakter. Namun masih terdapat beberapa hambatan di dunia pendidikan saat ini (dikutip Munif Chatib; 2011: 85-87) yaitu :
1.      Beberapa elemen sistem pendidikan kita masih kurang sejalan dengan sistem pendidikan yang proporsional
2.      Pemahaman yang salah tentang makna sekolah unggul di Indonesia.
3.      Desain kurikulum yang masih sentralistis.
4.      Penerapan kurikulum yang tidak sejalan dengan evaluasi hasil akhir pendidikan
5.      Proses belajar yang menggunakan kreativitas tingkat tinggi
6.      Proses penilaian hanya dilakukan secara parsial pada kemampuan kognitif yang terbesar masih belum menggunakan penilaian autentik secara komprehensif.
Sesungguhnya permasalahan utama yang terjadi saai ini pada bidang pendidikan adalah rendahnya motivasi, minat yang tidak sesuai dan konsep kepribadian yang belum matang.  Hal ini terlihat dari proses pembelajaran yang menunjukkan bahwa peserta didik kurang berminat untuk belajar, khususnya matematika. Kurangnya minat peserta didik  dalam belajar salah satunya disebabkan belum terbentuknya karakter yang kuat pada diri peserta  didik sehingga mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif yang menyebabkan kurang dipahaminya urgensi menuntut ilmu dan akhirnya mereka kurang termotivasi untuk belajar.
     Berkaitan dengan permasalahan-permasalahan di atas, pemakalah berpendapat bahwa sejatinya fungsi sekolah tidak hanya sebagai tempat untuk transfer ilmu secara akademis saja, tetapi lebih dari itu sekolah merupakan lembaga yang berfungsi untuk mengembangkan potensi dan membentuk karakter serta peradaban bangsa. Hal ini berarti pendidikan di setiap jenjang termasuk SMP harus diselenggarakan secara sistematis yang menanamkan nilai-nilai karakter kepada warga sekolah. Pendidikan karakter di sekolah seharusnya mulai disosialisassikan dan dilaksanakan secara optimal yaitu menyentuh pada norma atau nilai-nilai dan tingkatan internalisasi, serta tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pembentukan karakter peserta didik sejak usia dini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang nyata dalam rangka menumbuhkan minat dan motivasi belajar anak sebagai titik awal untuk membangun peradaban bangsa yang bermartabat dan berakhlak mulia.

KAJIAN TEORI
Minat dan Motivasi  
            Motivasi adalah sesuatu  yang menghidupkan (energize), mengarahkan dan mempertahankan perilaku; motivasi membuat siswa bergerak, menempatkan mereka dalam suatu arah tertentu, dan menjaga mereka agar terus bergerak. Kita sering melihat motivasi siswa tercermin dalam investasi pribadi dan dalam keterlibatan kognitif, emosional, dan perilaku di berbagai aktivitas sekolah (dikutip : Ormrod 2008).
            Semua siswa termotivasi dalam suatu cara tertentu. Seorang siswa mungkin tertarik pada pelajaran di kelas dan mencari tugas yang menantang, berpartisipasi secara aktif dalam diskusi kelas , serta mendapatkan nilai tinggi dalam tugas-tugas yang ditugaskan. Siswa lainnya mungkin lebih tertarik dengan sisi sosial sekolah, sering berinteraksi dengan teman sekelas, hampir setiap hari mengikuti aktivitas ekstrakurikuler, dan mungkin mencalonkan diri sebagai ketua kelas. Siswa lain mungkin berfokus pada  atletik, unggul di kelas pelajaran fisik, hampir setiap siang dan akhir pekan bermain atau melihat pertandingan olahraga, dan mengikuti perkumpulan fitness. Sedangkan siswa-siswa lainnya - mungkin karena ketidakmampuan belajar yang tidak terdeteksi, sifat pemalu, atau tubuh yang tak terkoordinasi - mungkin termotivasi untuk menghindari aktivitas akademik, situasi sosial, atau aktivitas atletik.
            Motivasi memiliki beberapa pengaruh terhadap pembelajaran dan perilaku siswa, yaitu :
1.      Motivasi mengarahkan perilaku ke tujuan tertentu.
Motivasi menetukan tujuan-tujuan spesifik yang menjadi arah usaha siswa (Maehr & Meyer 1997; Pintrich at. Al.,1993). Jadi, motivasi mempengaruhi pilihan yang dibuat siswa, misalnya apakah akan menyelesaikan tugas PR yang sulit atau bermain videogame dengan teman-teman.
2.      Motivasi meningkatkan usaha dan energi.
Motivasi menentukan apakah mereka mengejar suatu tugas secara antusias dan sepenuh hati atau secara apatis dan malas-malasan.
3.      Motivasi meningkatkan prakarsa (inisiasi) dan kegigihan terhadap berbagai aktivitas.
Siswa lebih cenderung memulai suatu tugas yang benar-benar mereka inginkan . Mereka juga lebih cenderung melanjutkan pekerjaan yang diinginkan sampai mereka menyelesaikannya meskipun terkadang diganggu atau merasa frustasi selama mengerjakannya  (Larson 2000, Maehr 1984, Wigfield 1994). Secara umum motivasi meningkatkan waktu mengerjakan tugas , suatu faktor penting yang mempengaruhi pembelajaran dan prestasi mereka (Wigfield dalam Ormrod, 2008)
4.      Motivasi memengaruhi proses-proses kognitif
Motivasi mempengaruhi apa yang diperhatikan oleh siswa seberapa efektif mereka memprosesnya ( Dikutip
5.      Motivasi menentukan konsekuensi mana yang memberi penguatan dan menghukum
6.      Motivasi sering meningkatkan  performa.
Motivasi dibagi dalam dua jenis yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor eksternal individu dan tidak berkaitan dengan dengan tugas yang sedang dilakukan. Sedangkan motivasi intrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor di dalam diri atau melekat dalam tugas yang sedang dilakukan. Siswa yang termotivasi secara ekstrinsik mungkin menginginkan nilai yang baik, uang, atau pengakuan terhadap aktivitas dan prestasi khusus, misalnya siswa sekolah olahraga yang lebih menginginkan kesuksesan dalam bidang olahraga yang ditekuni. Siswa yang termotivasi secara intrinsik  mungkin terlibat dalam suatu aktivitas karena aktivitas itu memberinya kesenangan, membantu, mereka mengembangkan keterampilan yang dirasa penting, atau tampak secara etika dan moral benar untuk dilakukan.
Siswa paling mungkin menunjukkan pengaruh motivasi yang bermanfaat ketika mereka termotivasi secara intrinsik untuk terlibat dalam aktivitas-aktivitas kelas.Siswa yang termotivasi secara intrinsik mengerjakan tugas yang yang diberikan dengan sukarela dan antusias mempelajari materi-materi di kelas, lebih mungkin memproses informasi dengan cara-cara yang efektif, misalnya dengan terlibat dalam pembelajaran yang bermakna dan lebih memungkinkan berhasil di level yang tinggi. Sebaiknya siswa yang termotivasi secara ekstrinsik mungkin harus dibujuk atau didorong dulu agar melakukan suatu tugas, mungkin hanya memproses informasi sepintas lalu, dan seringkali hanya tertarik mengerjakan tugas-tugas yang mudah dan memenuhi persyaratan minimum kelas.
Minat adalah suatu bentuk motivasi intrinsik, karena ketika siswa memiliki minat (interest) pada topik atau aktivitas tertentu, mereka akan beranggapan bahwa topik atau aktivitas tersebut menarik dan menantang untuk dikerjakan atau diperhatikan. Siswa yang mengejar suatu tugas yang menarik minatnya mengalami afek positif  yang signifikan seperti kesenangan, kegembiraan, dan kesukaan (Ormrod, 2008). Para ahli psikologi membedakan dua jenis minat yaitu minat situasional dan minat pribadi. Minat situasional dipicu oleh sesuatu di lingkungan sekitar. Misalnya hal-hal yang baru, berbeda, tak terduga, atau secara khusus hidup sering menghasilkan minat situasional, demikian pula hal-hal yang melibatkan tingkat aktivitas yang tinggi atau emosi yang kuat.  Sedangkan minat pribadi adalah minat    di dalam pikiran siswa. Dimana siswa cenderung memiliki preferensi pribadi tentang topik-topik yang mereka kejar dan aktivitas yang mereka ikuti. Minat pribadi semacam ini relatif stabil sepanjang waktu dan mengahasilkan pola yang konsisten dalam pilihan yang dibuat siswa.
Pendidikan Karakter
            Pembentukan karakter bangsa dapat dimulai sejak usia dini yang merupakan tanggung jawab bersama antara orangtua (pendidikan informal), guru(pendidikan formal) dan lingkungan (pendidikan nonformal). Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat (Sudrajat, 2010). Sejalan dengan pendapat tersebut, Suyanto (2010) menyatakan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang bersumber pada keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi ciri khas tiap individu untuk bekal hidup di dunia. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
            Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003. Dalam Pasal tersebut menyatakan bahawa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
            Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini maka pendidikan karakter tidak akan efektif dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan (dikutip dari http://pondok-ibu.com).
Keterkaitan Minat dan Motivasi dalam Pendidikan Karakter
            Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Pendidikan karakter mempunyai salah satu prinsip yaitu mengembangkan motivasi prestasi belajar. Sehingga dengan penerapan pendidikan karakter dapat menumbuhkan bahkan meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa sampai untuk mencapai impian mereka untuk masa depan. Seorang siswa harus mempunyai minat untuk mencapai sesuatu. Dengan minat siswa lebih terarah dengan apa yang akan dicapai ke depannya, namun jika minat tanpa dibarengi dengan motivasi maka impian terhadap minat tersebut akan sia-sia. Pendidikan karakter lebih menekankan kepada siswa untuk memiliki karakter sehingga mereka harus dapat membuat suatu keputusan  terhadap sesuatu dan siap bertanggung jawab terhadap tiap akibat dari keputusan yang mereka buat.
            Tujuan pendidikan nasional yang mengembangkan potensi atau minat dapat ditunjang penuh oleh sikap karakter baik siswa tersebut sehingga mereka termotivasi dalam mengembangkan minat yang dapat meraih prestasi akademik. Pendidikan karakter mengarahkan siswa untuk mempunyai dan mencapai impian sesuai dengan minat mereka tanpa mengabaikan sesuatu yang menunjang keberhasilan prestasi akademik.
Peranan  Pendidikan Karakter dalam Proses Pembelajaran
            Pendidikan karakter sangat menunjang proses pembelajaran terhadap keberhasilan akademik. Beberapa penelitian menunjukkan penemuan-penemuan penting yang diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership. Dalam buletin ini diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University Of Missouri – St. Louis, menunjukkan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Selain itu, kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik (dikutip dari http://pondok-ibu.com).
Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Hal ini sejalan dengan pendapat Daniel Goleman yang dikutip oleh Suyanto (2010) tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Dengan demikian, pendidikan karakter mengupayakan bahwa lulusan SMP memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia.

Proses Pembelajaran Berdasarkan Landasan Psikologi
            Proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik jika tercipta hubungan yang baik antara sekolah, guru, keluarga, maupun individu siswa. Seorang siswa dapat mencapai suatu prestasi akademik yang tinggi jika memiliki karakter yang kuat, dalam hal ini guru tidak hanya sebagai tenaga pengajar melainkan sebagai tenaga pendidik sehingga tidak hanya meningkatkan prestasi akademik siswa tetapi dibarengi dengan akhlak yang baik. Hal ini mengisyaratkan bahwa pendidikan karakter sudah selayaknya terintegrasi dalam kurikulum pembelajaran dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
            Menurut Koesuma, proses pembelajaran yang berkarakter harus mengusung 12 pilar keutamaan yaitu :
1. Penghargaan terhadap tubuh
Pendidikan karakter mesti memprioritaskan tentang bagaimana individu dapat menjaga tubuhnya satu sama lain, tidak merusaknya, melainkan membuat keberadaan tubuh tumbuh sehat sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan kodratnya. Penghargaan terhadap tubuh merupakan ekspresi diri individu untuk menjadi perawat dan pelindung satu sama lain. Individu mesti menumbuhkan dalam dirinya sendiri keinginan untuk merawat tubuh diri dan orang lain, termasuk pertumbuhan psikologis dan emosionalnya.
2. Transendental
Pengembangan keutamaan transendental, baik itu yang sifatnya religius, keagamaan, maupun yang sublim, seperti kepekaan seni, apresiasi karya-karya manusia yang membangkitkan refleksi serta kemampuan untuk memahami kebesaran yang Illahi merupakan dasar bagi pengembangan pembentukan karakter. Setiap individu dianugerahi kepekaan akan sesuatu yang lembut, halus, yang bekerja secara rohani mendampingi manusia, kepekaan akan sesuatu yang adikodrati. Kepekaan akan yang Kudus, yang transenden, yang baik, yang indah, baik itu dalam diri manusia maupun di alam, merupakan salah satu sarana untuk membentuk individu menjadi pribadi berkeutamaan.
3. Keunggulan akademik
Keunggulan akademik adalah tujuan dasar sebuah lembaga pendidikan. Keunggulan akademik berbeda dengan sekedar lulus ujian. Keunggulan akademik mencakup di dalamnya, cinta akan ilmu, kemampuan berpikir kritis, teguh pada pendirian, serta mau mengubah pendirian itu setelah memiliki pertimbangan dan argumentasi yang matang, memiliki keterbukaan akan pemikiran orang lain, berani terus menerus melakukan evaluasi dan kritik diri, terampil mengomunikasikan gagasan, pemikiran, melalui bahasa yang berlaku dalam ruang lingkup dunia akademik, mengembangkan rasa kepenasaranan intelektual yang menjadi kunci serta pintu pembuka bagi hadirnya ilmu pengetahuan. Dari kecintaan akan ilmu inilah akan tumbuh inovasi, kreasi dan pembaharuan dalam bidang keilmuan.
4. Penguasaan diri
Penguasaan diri merupakan kemampuan individu untuk menguasai emosi dan perasaannya, serta mau menundukkan seluruh dorongan emosi itu pada tujuan yang benar selaras dengan panduan akal budi. Penguasaan diri termasuk di dalamnya kesediaan mengolah emosi dan perasaan, mau menempatkan kecondongan rasa perasaan sesuai dengan konteks dan tujuan yang tepat sebagaimana akal budi membimbingnya. Penguasaan diri termasuk di dalamnya kemampuan individu dalam menempatkan diri, bertindak dan berkata-kata secara bijak dalam ruang dan waktu yang tertentu.
5. Keberanian
Keberanian merupakan keutamaan yang memungkinkan individu mampu melakukan sesuatu dan merelisasikan apa yang dicita-citakannya. Keberanian termasuk di dalamnya kesediaan untuk berkorban demi nilai-nilai yang menjadi prinsip hidupnya, tahan banting, gigih, kerja keras, karena individu tersebut memiliki cita-cita luhur yang ingin dicapai dalam hidupnya. Keberanian merupakan dorongan yang memungkinkan individu mewujudnyatakan dan merealisasikan impiannya.
6. Cinta kebenaran
Cinta akan kebenaran merupakan dasar pembentukan karakter yang baik, bukan sekedar sebagai seorang pembelajar, melainkan juga sebagai manusia. Manusia merindukan kebenaran dan dengan akal budinya manusia berusaha mencari, menemukan dan melaksanakan apa yang diyakini sebagai kebenaran. Prinsip berpegang teguh pada kebenaran mesti diterapkan bagi praksis individu maupun dalam kehidupan bersama. Cinta akan kebenaran yang sejati memungkinkan seseorang itu berani mengorbankan dirinya sendiri demi kebenaran yang diyakininya. Sebab, keteguhan nilai-nilai akan kebenaran inilah yang menentukan identitas manusia sebagai pribadi berkarakter.
7. Terampil
Memiliki berbagai macam kompetensi dan keterampilan yang dibutuhkan, bagi bagi perkembangan individu maupun dalam kerangka pengembangan profesional menjadi syarat utama pengembangan pendidikan karakter yang utuh. Memiliki kemampuan dasar berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan, kompeten dalam bidang yang digeluti merupakan dasar bagi keberhasilan hidup di dalam masyarakat. Melalui kompetensinya ini seorang individu mampu mengubah dunia.
8. Demokratis
Masyarakat global hidup dalam kebersamaan dengan orang lain. Ada kebutuhan untuk saling membutuhkan, bahu membahu satu sama lain. Masyarakat tidak dapat hidup secara tertutup sebab keterhubungan satu sama lain itu merupakan kondisi faktual manusia. Karena itu, setiap individu mesti belajar bagaimana hidup bersama, mengatur tatanan kehidupan secara bersama, sehingga inspirasi dan aspirasi individu dapat tercapai. Demokrasi mengandaikan bahwa individu memiliki otonomi dalam kebersamaan untuk mengatur kehidupannya sehingga individu dapat bertumbuh sehat dalam kebersamaan. Demokrasi termasuk di dalamnya pengembangan dan penumbuhan semangat kebangsaan.
9. Menghargai perbedaan
Perbedaan adalah kodrat manusia. Menghargai perbedaan merupakan sikap fundamental yang mesti ditumbuhkan dalam diri individu. Terlebih dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, menghargai perbedaan mesti ditumbuhkan dalam diri tiap individu, karena negara kita ini berdiri karena para pendiri bangsa ini menghargai perbedaan, dan dalam perbedaan itu mereka ingin mempersatukan kekuatan dan tenaga dalam membangun bangsa.
10. Tanggung jawab
Tanggungjawab merupakan unsur penting bagi pengembangan pendidikan karakter karena terkait dengan ekspresi kebebasan manusia terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Tanggung jawab ini memiliki tiga dimensi, yaitu tanggungjawab kepada (relasi antara individu dengan orang lain), tanggungjawab bagi (hubungan individu dengan dirinya sendiri), serta tanggungjawab terhadap (hubungan individu terkait dengan tugas dan tanggungjawabnya di dalam masyarakat).
11. Keadilan
Bersikap adil, serta mau memperjuangkan keadilan adalah sikap dasar pribadi yang memiliki karakter. Keadilan penting untuk diperjuangkan karena manusia memiliki kecenderungan untuk antisosial. Untuk itulah diperlukan komitmen bersama agar masing-masing individu dihargai. Dalam konteks hidup bersama, keadilan menjadi jiwa bagi sebuah tatanan masyarakat yang sehat, manusiawi dan bermartabat. Tanpa keadilan, banyak hak-hak orang lain dilanggar.
12. Integritas moral
Integritas moral merupakan sasaran utama pembentukan individu dalam pendidikan karakter. Integritas moral inilah yang menjadikan masing-masing individu dalam masyarakat yang plural mampu bekerjasama memperjuangkan dan merealisasikan apa yang baik, yang luhur, adil dan bermartabat bagi manusia, apapun perbedaan keyakinan yang mereka miliki. Integritas moral memberikan penghargaan utama terhadap kehidupan, harkat dan martabat manusia sebagai mahluk ciptaan yang bernilai dan berharga apapun keadaan dan kondisinya. Kehadiran individu yang memiliki integritas moral menjadi dasar bagi konstruksi sebuah tatanan masyarakat beradab. Integritas moral muncul jika individu mampu mengambil keputusan melalui proses pertimbangan rasional yang benar, dan melaksanakannya dalam tindakan secara bijak, sesuai dengan konteks ruang dan waktu tertentu. Integritas moral termasuk di dalamnya kemampuan individu untuk membuat kebijakan praktis yang bermakna bagi hidupnya sendiri dan orang lain
       Pendidikan karakter mengembangkan berbagai potensi sehingga terjadi interaksi tingkah laku dengan lingkungan untuk mencapai tujuan. Tingkah laku yang terjadi merupakan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan psikologi individu. Psikologi dan pendidikan mempunyai kaitan yang sangat erat sehingga psikologi mempengaruhi proses pembelajaran. Psikologi memandang belajar merupakan usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk melakukan perubahan dalam tingkah laku yang secara sadar dan merupakan hasil interaksi dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku merupakan hasil dari proses belajar. Dengan memahami struktur dan aspek psikologi dari peserta didik maka proses pembelajaran dapat dilaksanakan secara efektif. Psikologi mempunyai arti penting dalam dunia pendidikan dimana aspek psikologi berperan dalam proses pembelajaran. Psikologi pendidikan mempunyai peran yang penting berupa interaksi guru dan murid, pemilihan metode dan bahan ajar, menumbuhkan perkembangan fisik dan mental anak dalam mencapai tujuan pembelajaran atau minat dari anak tersebut. Kelancaran proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh psikologi pendidikan, diantaranya :
1.        Membantu guru dalam membuat disain instruksional
2.        Disain instruksional adalah suatu rancangan untuk melaksanakan proses belajar mengajar, yang berisi rancangan untuk menentukan isi materi, tujuan yang hendak dicapai, bagaiman proses, serta evaluasi yang tepat.
3.        Membantu guru di dalam “memahami” anak didik.
Berdasarkan  pemaparan di atas ,maka guru diharapkan dapat memilih model atau metode pembelajaran yang lebih tepat untuk merangsang  minat dan motivasi belajar siswa dengan membangun pendidikan karakter anak berlandaskan pada aspek psikologi, serta tidak mengabaikan kebutuhan dasar siswa sebagai manusia seperti kebutuhan untuk aktualisasi diri, misalnya kebutuhan untuk mewujudkan potensi-potensi yang dimiliki  seperti siswa pada Sekolah Olahraga yang berpotensi di bidang olahraga ataupun kebutuhan untuk mengetahui dan memahami, misalnya kebutuhan yang berkaitan dengan iptek. (Tirtarahardja & S.L.La Sulo, 2008).
PENUTUP
Berdasarkan problematika pendidikan dari sisi psikologi khususnya untuk mengatasi masalah minat, motivasi , dan membentuk karakter siswa pada proses pembelajaran, maka ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian pengambil kebijakan dalam masalah pendidikan, yaitu masalah kurikulum. Dampak positif dari kemajuan teknologi dapat menubuhkan minat, motivasi serta karakter siswa dalam proses pembelajaran. Minat dan motivasi dapat ditumbuhkan melalui strategi pembelajaran yang sesuai serta konsep kurikulum yang mengacu pada pendidikan karakter. Dengan psikologi maka guru harus dapat mempelajari dan memahami kejiwaan siswa. Dengan memahami kejiwaan siswa maka guru juga mengetahui minat siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi dengan dilaksanakan berdasarkan pendidikan karakter. Pendidikan karakter dapat efektif tejalin jika terus dikembangkan dan dibudidayakan mata pelajaran yang sukar sehingga menjadi mudah.


DAFTAR PUSTAKA
Asmani, J.M. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di sekolah.
Ormrod, J.E. (2009). Psikologi Pendidikan : Membantu siswa tumbuh dan berkembang Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga.
Sudrajat, Akhmad. (2010). Pendidikan karakter di SMP. Tersedia : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/08/20/pendidikan-karakter-di-smp/
Diakses : 29 November 2011
Koesoema, Doni. (2010). 12 Pilar Keutamaan Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh. Tersedia : http://www.pendidikankarakter.org/12%20Pilar.htm. Diakses : 29 November 2011.
Read more ►

Wednesday, December 7, 2011

KOMUNIKASI MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

2 comments
Zainab
Guru SMP Negeri 3 Pemulutan

Abstrak :
Kemampuan komunikasi matematis siswa merupakan fondasi dalam membangun pengetahuan siswa terhadap matematika baik lisan maupun tulisan. Ada tujuh indikator yang dapat dilihat untuk membangun kemampuan mengkomunikasikan ide atau gagasan kedalam model matematika. Walaupun  kemampuan komunikasi matematis siswa sangat penting namun pada kenyataannya siswa sedikit sekali dapat mengkomunikasikan ide tersebut sehingga kemampuan siswa juga berkurang. Siswa hanya biasa mengerjakan soal yang dituntut mencari hasil namun tidak atau jarang sekali ditanya asal usul atau langkah-langkah pengerjaannya. Sehubungan dengan itu, maka tulisan ini bertujuan untuk meyajikan peranan pembelajaran yang berkaitan dengan realitas sehingga dapat mengembangkan skill komunikasi matematis siswa.
Kata Kunci : Komunikasi, Komunikasi matematis, Pembelajaran Matematika

A.  PENDAHULUAN
            Visi dan tujuan dari dokumen The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), yaitu Princples and Standards for School Mathematics, semua siswa harus mendapatkan kesempatan untuk mempelajari, mengapresiasi, dan menerapkan skill-skil, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip matematika baik didalam ataupun diluar sekolah (Wahyudin, 2008:4). Standar NCTM (Van de Walle, 2008:4)  sebagai  standar utama dalam pembelajaran matematika yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi (representation). Kelima standar tersebut mempunyai peranan penting dalam kurikulum matematika.
Pada masa ini, para siswa sekolah menengah harus dapat mempersiapkan diri untuk hidup dalam masyarakat yang menuntut pemahaman dan apresiasi terhadap matematika. Siswa dituntut dalam masyarakat untuk menerapkan skill-skill matematika dikehidupan nyata. Selain itu, prestasi belajar matematika juga tergolong mengkhawatirkan bahkan mungkin nilai yang diperoleh lebih rendah dibandingkan dengan pelajaran lainnya. Hal ini terjadi karena ada siswa menganggap matematika adalah pelajaran yang sulit, terlalu banyak berhitung dan penuh rumus serta membosankan. Matematika adalah ilmu yang juga sulit untuk dikomunikasikan karena terbentur dengan simbol-simbol, bersifat abstrak, serta miskin komunikasi terutama komunikasi lisan.
            Nilai hasil belajar siswa Indonesia di bidang studi matematika, berdasarkan hasil dari TIMSS – Third International Mathematics and Science Study menunjukkan Indonesia pada mata pelajaran matematika berada di peringkat 34 dari 38 negara. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi guru ataupun  calon guru pada khususnya dan semua yang terkait dalam lembaga pendidikan pada umumnya untuk mengubah pandangan atau paradigma siswa terhadap matematika.
            Pada umumnya, pembelajaran matematika dilakukan guru kepada siswa adalah dengan tujuan siswa dapat mengerti dan menjawab soal yang diberikan oleh guru, tetapi siswa tidak pernah atau jarang sekali dimintai penjelasan asal mula mereka mendapatkan jawaban tersebut. Akibatnya siswa jarang sekali berkomunikasi dalam matematika. Hal ini juga dipertegas oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan bahwa pada kenyataannya siswa sulit untuk mengkomunikasikan kembali materi yang didapat. Kemampuan komunikasi siswa sulit untuk dilihat baik lisan maupun tulisan karena siswa identik hanya melihat dan mengikuti temannya yang dianggap baik di dalam kelas. Selain itu, sedikit sekali bahkan jarang siswa yang bertanya maupun menjawab apa yang diinformasikan oleh guru. Apabila siswa terlibat aktif dalam proses belajar, mereka akan lebih mampu membangun gagasan, ide, dan konsep matematika. Sehingga siswa akan memiliki konsep atas topik matematika tersebut. Selain itu, mereka juga dapat mengembangkan skill-skillnya.
            Pada kurikulum KTSP 2006, siswa dituntut aktif dalam pembelajaran sehingga siswa secara tidak langsung harus dapat mengkomunikasikan hasil belajar baik secara tulisan maupun lisan. Namun kenyataan yang ada, siswa sulit untuk aktif karena keterbatasan kemampuan berkomunikasi matematika sehingga guru yang aktif dalam pembelajaran. Untuk mengurangi keadaan ini, maka siswa perlu dibiasakan mengkomunikasikan secara lisan dan tulisan idenya kepada orang lain sesuai dengan penafsirannya sendiri sehingga orang lain dapat menilai dan memberikan tanggapan terhadap penafsirannya. Mendengarkan pikiran orang lain dan penjelasan tentang alasan mereka memberikan kesempatan untuk mengembangkan pemahaman mereka sendiri. Karena itu, perlu dikembangkan kemampuan komunikasi siswa dalam berkomunikasi pada setiap pembelajaran dan menjadi tantangan bagi setiap guru matematika. Tantangannya adalah “Bagaimana mengembangkan pembelajaran matematika yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa?”.

B.   PEMBAHASAN
1.      Kemampuan Komunikasi Matematis
Menurut Artmanda W. dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia dan Kamus bahasa Indonesia online secara terminology, komunikasi berarti pengiriman dan penerimaan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak. Komunikasi adalah cara untuk berbagi (sharing) ide, gagasan dan mengklarifikasi pemahaman kepada sesama. Dari beberapa pengertian ini dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian suatu informasi dari satu orang ke orang lain sehingga mereka mempunyai makna yang sama terhadap informasi tersebut.
Berkomunikasi diperlukan alat berupa Bahasa. Matematika adalah salah satu alat bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Matematika merupakan bahasa yang universal dimana untuk satu simbol dalam matematika dapat dipahami oleh setiap orang di dunia ini, misalnya dalam matematika menyatakan jumlah menggunakan lambang (dibaca sigma). Menurut Barton (2008,152), ide-ide matematika yang akan dikomunikasikan harus sistematis, sehingga matematika dihasilkan. Hal ini yang menyebabkan mengapa matematika dan bahasa harus berkembang bersama.
Secara umum, bahasa metematika menggunakan empat kategori simbol: simbol-simbol untuk gagasan (bilangan dan elemen-elemen), simbol-simbol untuk relasi (yang mengindikasikan bagaimana gagasan-gagasan dihubungkan atau berkaitan satu sama lain), simbol-simbol untuk operasi (yang mengindikasikan apa yang dilakukan dengan gagasan-gagasan ), dan simbol-simbol untuk tanda baca (yang mengindikasikan urutan di mana matematika itu diselesaikan). Beberapa dari simbol-simbol (lambang) itu dicantumkan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1. Simbol-Simbol Matematika
Lambang Bilangan
Lambang-Operasi Bilangan
Lambang Tanda Baca
Angka
Lambang           Arti           Contoh
Lambang            Arti              Contoh
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
      +         Penjumlahan    1 + 2 = 3


-             Pengurangan      3 – 2 = 1

      x         Perkalian           2 x 3 = 6


      :          Pembagian        6 : 2 = 3
         ,        Koma desimal     Âµ = 3,1416

        ,            Koma               A = {2, 3, 4}

       ( )       Tanda Kurung     2 + (3+1) = 6

      [ ]   Tanda Kurung Siku 2+[1+(3+1)]=7

  { }   Tanda kurung kurawal  {1,2}={2,1}
 Sumber : Wahyudin,2008:102
Menurut ILOs-The Intended Learning Outcomes (dikutip Armiati, 2009), komunikasi matematika adalah suatu keterampilan penting dalam matematika yaitu kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren kepada teman, guru dan lainnya melalui bahasa lisan dan tulisan.
Komunikasi matematika menurut NCTM adalah kemampuan siswa dalam menjelaskan suatu algoritma dan cara unik untuk pemecahan masalah, kemampuan siswa mengkonstruksikan dan menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara grafis, kata-kata/kalimat, persamaan, tabel dan sajian secara fisik atau kemampuan siswa memberikan dugaan tentang gambar-gambar geometri (dikutip Jazuli, 2009).
Melalui komunikasi, ide matematika dapat dieksploitasi dalam berbagai perspektif; cara berfikir siswa dapat dipertajam; pertumbuhan pemahaman dapat diukur; pemikiran siswa dapat dikonsolidasikan dan diorganisir; pengetahuan matematika dan pengembangan masalah siswa dapat ditingkatkan; dan komunikasi matematika dapat dibentuk. Sesuai dengan tingkatan atau jenjang pendidikan maka tingkat kemampuan komunikasi matematika menjadi beragam. Komunikasi matematis sangat penting karena matematika tidak hanya menjadi alat berfikir yang membantu siswa untuk mengembangkan pola, menyelesaikan masalah dan menarik kesimpulan tetapi juga sebagai alat untuk mengkomunikasikan pikiran, ide dan gagasan secara jelas, tepat  dan singkat.

2.      Jenis-jenis Kemampuan Komunikasi Matematis
Ada banyak cara orang melakukan komunikasi, dapat dengan nyanyian, percakapan, tanda suara tertentu, isyarat nonverbal, gambar, bahasa tubuh, kontak mata dan tulisan. Menurut Glynn dan Muth (dikutip Wood, 2011) bahwa pengetahuan dan matematika digunakan sebagai wahana dalam mengajar bahasa dan kedua adalah dimana bahasa  digunakan untuk mengajarkan matematika atau pengetahuan, dari contoh membaca dan menulis untuk mempelajari pengetahuan. Ada dua cara yang dapat dikembangkan kemampuan dalam belajar menurut Wood (2011) yaitu :
1. Speaking (Berbicara)
§   Presenting seminars
Pada kondisi ini, ide matematika dapat dikombinasikan antara kemampuan mendengar dan berbicara dengan struktur semi formal, kemudian siswa juga mendiskusikan suatu wacana termasuk dengan kemampuan membaca.
§   Talking with colleagues and management
Komunikasi lisan sesama teman sekelompok dalam menyelesaikan suatu wacana.
§   Negotiating and selling ideas
Bekerjasama dan negosiasi dengan kelompok kecil dan mendiskusikan sesuatu masalah yang dianggap sulit, berbicara tentang ide matematika dan bagaimana memberikan ide sehingga menghasilkan pembuktian yang sederhana.
2. Writing (Menulis)
§   Informal writing
§   Formal writing
            Adapun Ake-Larsson (2007) menyatakan bahwa ide umum berupa cara yang dapat dinyatakan siswa dalam matematika, mengubah kemampuan untuk dipublikasikan atau ditunjukkan argumen secara logika dan memberikan mereka beberapa pengalaman dalam komunikasi lisan dan tulisan. Sedangkan Lopatto (2003:141) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi ada tiga, yaitu :
1.        Kemampuan komunikasi lisan (Skill at oral communication)
2.        Kemampuan komunikasi tulisan (Skill at written communication)
3.        Kemampuan komunikasi melihat (Skill at visual communication).
Menurut ILOs (dalam http://www.polyu.edu.hk), bahasa dan keterampilan komunikasi : berkomunikasi secara efektif (baik secara lisan dan tertulis) dengan berbagai audiens di berbagai konteks profesional dan pribadi. Pada kemampuan komunikasi matematis siswa ini yang akan dibahas hanya kemampuan komunikasi matematis lisan dan kemampuan komunikasi matematis tulisan.
NCTM (dikutip Widjajanti, 2008) menyebutkan bahwa seorang calon guru matematika haruslah mampu mengkomunikasikan pikiran matematisnya baik secara lisan maupun tulisan kepada sesama teman, guru, dosen maupun kepada yang lainnya, dengan indikator-indikator, mampu (1) mengkomunikasikan pikiran matematisnya secara koheren dan jelas kepada teman-temannya, para dosen, dan kepada yang lainnya, (2) menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide/gagasannya secara tepat, (3) mengelola pikiran matematisnya melalui komunikasi, dan (4) menganalisis dan mengevaluasi pikiran matematis dan strategi-strategi orang lain.


3.      Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis
The Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics diterbitkan oleh NCTM (dikutip Brenner, 1998:104) menyatakan:
di kelas 9-12, kurikulum matematika harus mencakup pengembangan lanjutan dari bahasa dan simbolisme untuk mengkomunikasikan ide-ide matematika sehingga semua siswa dapat: merenungkan dan memperjelas pemikiran mereka tentang ide-ide matematika dan hubungan; merumuskan definisi dan generalisasi matematika mengekspresikan ditemukan melalui investigasi; mengekspresikan ide-ide matematika secara lisan dan tertulis; membaca presentasi tertulis dari matematika dengan pemahaman, meminta klarifikasi dan memperluas pertanyaan berkaitan dengan matematika mereka telah membaca atau mendengar tentang; (dan) menghargai ekonomi, kekuasaan, dan keanggunan notasi matematika dan perannya dalam pengembangan ide-ide matematika
.
Menurut Sumarmo (dikutip Kadir, 2008), komunikasi matematis merupakan kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk berkomunikasi dalam bentuk :
1.      Merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika;
2.      Membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode lisan, tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar;
3.      Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa dan simbol matematika;
4.      Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika;
5.      Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematik tertulis;
6.      Membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan definisi, dan generalisasi; dan
7.      Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.
Standar kemampuan komunikasi matematik menurut NCTM (Van de Walle, 2008:5) program pengajaran dari Pra-TK  sampai kelas 12 harus memungkinkan semua siswa untuk :
1.        Mengatur dan menggabungkan pemikiran matematis mereka melalui komunikasi;
2.        Mengkomunikasikan pemikiran matematika mereka secara koheren dan jelas kepada teman, guru dan orang lain;
3.        Menganalisa dan menilai pemikiran dan strategi matematis orang lain;
4.        Menggunakan bahasa matematika untuk menyatakan ide matematika dengan tepat.
Sedangkan Wardhani (2008,19) menyatakan bahwa komunikasi matematis meliputi:
1.        Komunikasi ide-ide, gagasan pada operasi atau pembuktian matematika banyak melibatkan kata-kata, lambang matematis, dan bilangan.
2.        Menyajikan persoalan atau masalah ke dalam model matematika yang berupa diagram, persamaan matematika, grafik, ataupun tabel.
3.        mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
Dari ketiga pendapat ini, indikator kemampuan komunikasi matematis Sumarmo yang mencakup kesemuanya sehingga pemakalah mengambil indikator tersebut.
            Sebagai contoh, pemakalah mengambil materi statistika yang dihubungkan dengan dunia nyata, sehingga menuntut siswa untuk mengumpulkan, mencatat, menginterpretasi, menganalisis, mengkomunikasikan, dan merepresentasikan data yang sangat penting bagi proses pembuatan keputusan. Kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat melalui indikator sebagai berikut :
1.        Merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika maksudnya adalah siswa dapat merefleksikan data ke dalam ide matematika berupa tabel. Dalam wacana ini, siswa dapat mengumpulkan, mencatat, menginterpretasikan serta menganalisis data yang telah didapat.
Contohnya :
Warna adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan ini. Warna menentukan karakter seseorang. Ada banyak warna dimuka bumi ini yang dapat dilihat melalui pembiasan prisma pada matahari. Matahari mempunyai 7 warna yaitu merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Apa warna favoritmu? Warna kesukaanmu mungkin berbeda dengan teman-teman sekelasmu. Untuk mengetahui warna favorit teman sekelas dapat kalian lakukan wawancara  pada setiap siswa melalui langkah-langkah berikut :
a.         Gunakan daftar pilihan warna favorit;
b.         Catatlah warna favorit temanmu pada daftar pilihan warna favorit;
c.         Buatlah daftar warna ke dalam bentuk table;
d.        Buatlah turus yang menyatakan banyaknya siswa yang memilih warna kesukaannya;
e.         Hitung banyak turus dan catat di kolom frekuensi.
Tabel 2 : Warna Favorit
Warna Favorit
Turus
Frekuensi
Merah


Jingga


Kuning


Hijau


Biru


Putih


Nila


Ungu


...








f.          Warna apa yang paling disukai siswa?
g.         Warna apa yang disukai oleh 4 siswa atau lebih?
h.         Dari data diatas, buatlah beberapa kesimpulan dan pertanyaan!

2.        Membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode lisan, tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar adalah siswa dapat membuat model dari wacana tersebut dengan memahami secara lisan kemudian dapat menuangkan ide yang didapat kedalam bentuk tulisan secara konkrit.
Contoh :
Bacalah informasi dibawah ini dengan seksama!
Akibat pancaroba dari musim kemarau ke musim hujan, banyak penduduk terutama rumahnya berada di pinggir jalan besar menderita ISPA yaitu Infeksi Saluran Pernapasan. Hal ini diperkuat dengan  mendapatkan data dari Rumah Sakit Boom Baru sebagai berikut :


 Tabel 3 : Penyakit Terbanyak di Rumah Sakit Boombaru
(Sumatera Ekspres, 07 September 2011)
Dari data diatas maka apa yang dapat disimpulkan dan buatlah beberapa konteks pertanyaan yang sesuai?
3.        Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa dan simbol matematika, dimaksudkan adalah siswa dapat mengubah wacana dari peristiwa sehari-hari ke dalam bahasa matematika yang bersifat informal ke formal. Sehingga siswa mampu menggunakan istilah, gambar, tabel, diagram, notasi atau rumus matematika secara tetap. Contoh terdapat pada indikator pertama.

4.        Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika, maksudnya siswa dituntut untuk dapat saling bertukar pikiran dengan sesama teman tentang wacana yang dihadapi, mendengarkan apa yang diinformasikan baik dari guru maupun temannya. Setelah itu siswa juga mampu menuangkan wacana tersebut ke dalam bahasa matematika.
Contoh :
Lakukan pengisian lembar angket bersama temanmu kepada siswa SMPN 3 Pemulutan untuk mengetahui bulan kelahirannya.


a.       Bagikan lembar angket tersebut kepada teman disekolahmu untuk diisi.








b.      Setelah diisi, angket tersebut dikumpulkan, tulis data yang kamu peroleh dalam tabel berikut:
Tabel 4 : Bulan Kelahiran Siswa
NO
BULAN
JUMLAH
NO
BULAN
JUMLAH
1
2
3
4
5
6
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni

7
8
9
10
11
12
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember

c.       Buatlah data tabel tersebut ke dalam diagram batang, diagram garis dan diagram lingkaran.
d.  Buatlah beberapa pertanyaan dari hasil tersebut!
5.        Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematik tertulis yaitu siswa dapat membaca suatu wacana yang tersedia dengan pemahaman akan suatu wacana tersebut. Dengan itu, siswa dapat melakukan presentasi matematis dengan membuat beberapa cara penyelesaiannya.
Contoh :
 Lakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan bersama teman-temanmu. Urutkan data tersebut dari angka yang paling tinggi ke yang paling rendah. Tentukanlah :
Tabel 5 : Berat Badan Siswa                                         Tabel 6 : Tinggi Badan Siswa
Nama Siswa
Berat Badan (kg)



Nama Siswa
Tinggi Badan (cm)



Nama Siswa
Berat Badan (kg)







a.     siapakah siswa yang memiliki badan paling berat
b.    siapakah siswa yang paling tinggi
c.     buatlah kedalam tabel dengan cara mencacah
d.    berikan kesimpulan serta berikan beberapa pertanyaan dari wacana tersebut.
Gb.1&2: Pengukuran Tinggi Badan               Gb. 3&4 : Pengukuran Berat Badan

6.        Membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan definisi, dan generalisasi adalah siswa dapat membuat konjektur yaitu dugaan sementara terhadap suatu wacana kemudian menyusun langkah-langkah yang akan dilakukan dengan suatu argument. Setelah itu, siswa diharapkan juga dapat merumuskan definisi dari argument tersebut sehingga dapat mengeneralisasi wacana tersebut.
Contoh :
Soal 1:
Gb. 5. Jeruk Sunkies                  Gb.6. Jeruk Kalimantan
Deni akan membeli jeruk di toko buah. Sebelum membeli jeruk tersebut, ia mencicipi satu buah jeruk dari satu keranjang jeruk dengan tujuan agar sesuai dengan selera Deni. Tentukan populasi dan sampelnya? Jelaskan jawabanmu.
Soal 2 :
Gb.7,8,&9 : Bola Plastik Warna-warni
Eni bersama temannya mengunjungi Palembang Square (PS). Mereka bersama-sama bermain mandi bola di Timezone, kemudian Eni mengambil satu bola berwarna merah. Tentukan populasi dan sampelnya? Jelaskan jawabanmu.
Soal 3 :
  
Gb.10,11,12,&13 : Kegiatan Siswa di Perpustakaan SMPN 3 Pemulutan
Perpustakaan SMP Negeri 3 Pemulutan mempunyai beberapa koleksi buku. Santi adalah siswa kelas IX.1 akan meminjam satu buah buku matematika dan satu buah buku IPA dari perpustakaan tersebut. Tentukan populasi dan sampelnya? Jelaskan jawabanmu.
7.        Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari. Menjelaskan dengan memahami maksud dari wacana yang ada sehingga siswa dapat membuat pertanyaan beserta solusi dari wacana tersebut. Contohnya dapat dilihat pada indikator keempat.
Dari indikator ini, guru dapat menggunakan tulisan untuk menilai pemahaman siswa mereka dengan mengevaluasi kemajuan mereka dan mengenali kekuatan dan kebutuhan mereka, menumbuhkan pemahaman konseptual, dan memperluas percakapan matematika di kelas. Menurut Huang, Kurikulum dan Standar NCTM Evaluasi menyatakan bahwa “Penilaian kemampuan siswa untuk berkomunikasi matematika harus memberikan bukti bahwa mereka dapat mengekspresikan ide-ide matematika dengan berbicara, menulis, menunjukkan, dan menggambarkannya secara visual”.

4.      Peranan Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika
Secara umum, matematika berfokus pada representasi dan komunikasi dalam berbagai gagasan, ide, dan hubungan yang bersifat numerik, spasial, serta berkenaan dengan data. Ada banyak aktivitas pembelajaran yang mendukung tema ini, seperti siswa yang boleh menginterpretasikan ide, gagasan, ataupun pikiran-pikiran yang konseptual yang mereka miliki sendiri ke dalam bentuk simbolik dan dapat diubah ke dalam gambaran verbal dari situasi tersebut. Aktivitas lain bisa dengan menyelidiki suatu masalah, menuliskan masalah, memberi keterangan (notasi) ataupun dugaan-dugaan (hipotesis) untuk menjelaskan observasi-observasi dalam matematika. Peranan komunikasi dalam matematika sangat besar, karena saat para siswa mengkomunikasikan ide, gagasan ataupun konsep matematika, mereka belajar mengklarifikasi, memperhalus dan menyatukan pemikiran.
Kusumah (dikutip Jazuli, 2009) menyatakan bahwa komunikasi merupakan bagian yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Pentingnya komunikasi matematis juga dikemukakan oleh Peressini dan Bassett (dikutip Izzati dan Suryadi, 2010) bahwa tanpa komunikasi dalam matematika kita akan memiliki sedikit keterangan, data, dan fakta tentang pemahaman siswa dalam melakukan proses dan aplikasi matematika. Ini berarti, komunikasi dapat membantu siswa dalam memahami dan mengeksplorasi matematika ke dalam konsep dan proses matematika yang mereka pelajari.
 Menurut Guerreiro (dikutip Izzati dan Suryadi, 2010) menyebutkan bahwa komunikasi matematik merupakan alat bantu dalam transmisi pengetahuan matematika atau sebagai pondasi dalam membangun pengetahuan matematika. Selain itu, Lindquist (dikutip Izzati dan Suryadi, 2010) mengemukakan jika kita sepakat bahwa matematika itu merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasa terbaik dalam komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dari mengajar, belajar, dan meng-assess matematika. Dari kedua pendapat ini, bahwa komunikasi merupakan alat bantu berupa bahasa yang sangat diperlukan dan penting dalam proses pembelajaran, karena tanpa komunikasi matematis maka proses pembelajaran tidak dapat terjadi.
Pada proses KBM, terjadi interaksi antara guru dan siswa dengan saling berkomunikasi baik secara lisan, tulisan, kontak mata, bahasa tubuh, dan gambar. Melalui interaksi guru-siswa yang baik, seorang guru dapat mengetahui kemampuan atau potensi setiap siswa pada materi tersebut yang dilihat dari bagaimana siswa tersebut menjawab, siswa tersebut bertanya, dan siswa tersebut dapat menginformasikan ide matematika kepada teman atau guru. Melalui komunikasi, ide-ide dan gagasan menjadi objek-objek refleksi dan diskusi serta pemahaman. Dengan proses komunikasi dapat membantu membangun makna suatu gagasan untuk diketahui publik. Pada proses KBM, siswa dan guru terlibat komunikasi matematis baik secara lisan maupun tulisan yang terjadi baik didalam maupun diluar kelas sehingga dapat meningkatkan pemahaman mereka terhadap konsep matematis.
Ada dua alasan penting yang dikemukakan oleh Baroody (dikutip Izzati dan Suryadi, 2010), mengapa komunikasi menjadi salah satu fokus dalam pembelajaran matematika. Pertama, matematika pada dasarnya adalah sebuah bahasa bagi matematika itu sendiri. Kedua, belajar dan mengajar matematika merupakan aktivitas sosial yang melibatkan paling sedikit dua pihak, yaitu guru dan murid. Standar Komunikasi menitikberatkan pada pentingnya dapat berbicara, menulis, menggambarkan, dan menjelaskan konsep-konsep matematika. Menurut Van De Walle (2008, 4-5), belajar berkomunikasi dalam matematika membantu perkembangan interaksi dan pengungkapan ide-ide di dalam kelas karena siswa belajar dalam suasana yang aktif. Ketika anak-anak berpikir, menanggapi, membahas, menulis, membaca, mendengarkan, dan menanyakan tentang konsep-konsep matematika, mereka menuai manfaat ganda: mereka berkomunikasi untuk belajar matematika, dan mereka belajar untuk berkomunikasi matematis (NCTM, 2000).

PENUTUP
            Dari semua ranah-ranah pada mata pelajaran matematika, salah satunya adalah menuntut para siswa untuk mengkomunikasikan penalaran secara singkat dan padat. Diharapkan siswa  dapat menuliskan tentang pemanfaatan matematika melalui ide atau gagasan mereka sehingga secara efektif memasukkan bentuk-bentuk matematis seperti persamaan, perhitungan, grafik, diagram atau tabel. Dalam hal ini diasumsikan bahwa siswa dapat berkolaborasi untuk menjelaskan penalaran mereka dalam bentuk tulisan ataupun lisan kepada guru, diskusi kelas, teman sekelompok ataupun pada siswa kelompok lainnya. Diharapkan juga siswa dapat mengkomunikasikan dan mengaplikasikannya ke masyarakat baik lingkungan didalam maupun luar sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Ake-Larsson. (2007). “Communication of mathematics”as a tool to improve students’ general communicative skills. In Proceedings of the 3rd International CDIO Conference, MIT, Cambridge, Massachusetts, USA, June 11 – 14, 2007. Tersedia : http://cdio.org. Diakses 4 November 2011.
Armiati. (2009). Komunikasi matematis dan kecerdasan emosional. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional, pada tanggal 5 Desember 2009, di Yogyakarta.
Artmanda W., Frista. ny. Kamus lengkap bahasa Indonesia. Jombang : Lintas Media.
Barton, Bill. (2008). The language of mathematics : Telling mathematical tales. New York : Springer.
Brenner, Mary E. (1998). Development of mathematical communication in problem solving groups by language minority students. Bilingual Research Journal, 22, 103-128. Tersedia : http://psu.edu. Diakses : 04 November 2011.
Hamdani. (2009). Pengembangan pembelajaran dengan mathematical discourse dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematik pada siswa sekolah menengah pertama. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional, pada tanggal 5 Desember 2009, di Yogyakarta.
Hermawan,Hendy. (2006). Dasar-dasar komunikasi dan keterampilan dasar mengajar. Bandung : CV. Citra Praya.
Huang. ny. The Importance of Communications in the Mathematics Classrooms.  Tersedia : http://www-users.math.umd.edu/~dac/650/huangpaper.html Diakses : 04 Oktober 2011.
Izzati,N & Suryadi,D. (2010). Komunikasi matematik dan pendidikan matematika realistik. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, pada tanggal 27 November 2010, di Yogyakarta.
Jazuli, Akhmad. (2009). Berfikir kreatif dalam kemampuan komunikasi matematika. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional, pada tanggal 5 Desember 2009, di Yogyakarta.
Kadir. (2008). Kemampuan komunikasi matematik dan keterampilan sosial siswa dalam pembelajaran matematika. Makalah disampaikan dalam Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika, pada tanggal 28 November 2008, di Yogyakarta.
Kamus Bahasa Indonesia Online. ny. Kamus Bahasa Indonesia Online- Definisi komunikasi. Tersedia : http://kamusbahasaindonesia.org/komunikasi. Diakses : 04 des 2011-12-04.
Kertawijaya, Sofyan. (2009). Mengenal statistika seri matematika untuk anak-anak. Bandung : Graha Bandung Kencana.
Makmun, Abin Syamsuddin. (2009). Psikologi kependidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Mellyirzal. (2008). Komunikasi matematika.
NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Tersedia : http://www.k12academics.com/education-reform. Diakses : 20 September 2011.
nn. ny. Defining Intended Learning Outcomes (ILOs). Tersedia : http://www.polyu.edu.hk/obe/GuideOBE/DefiningIntendedLearningOutcomes.pdf. Diakses : 28 Oktober 2011.
Ormrod, Jeanne Ellis. (2008). Psikologi pendidikan membantu siswa tumbuh dan berkembang jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Rbaryans. (2007). Komunikasi dalam matematika. Tersedia : http://rbaryans.wordpress.com/2007/05/30/komunikasi-dalam-matematika/. Diakses : 23 September 2011.
Subhan. (2009). Membangun keterampilan komunikasi matematika. Tersedia : http://kimfmipa.unnes.ac.id/home/61-membangun-keterampilan-komunikasi-matematika.html. Diakses : 17 September 2011.
Sumatera Ekspres. 07 September, 2011. Penderita ISPA 540 orang, hlm.21.
Van de Walle. (2008). Matematika sekolah dasar dan menengah : Pengembangan pengajaran jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Wahyudin & Sudrajat. (2008). Peningkatan dan pengayaan matematika 3. Jakarta : CV. IPA Abong.
Wahyudin. (2008). Kurikulum, pembelajaran, dan evaluasi. Jakarta : CV. IPA Abong.
________. (2008). Pembelajaran dan model-model pembelajaran. Jakarta : CV. IPA Abong.
________. (2010). Matematika statistika. Bandung : Epsilon Grup.
Wardhani, Sri. (2008). Analisis SI dan SKL mata pelajaran matematika SMP/MTs untuk optimalisasi tujuan mata pelajaran matematika. Yogyakarta : Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika.
Widjajanti, Djamilah Bondan. (2008). Kemampuan komunikasi matematis mahasiswa calon guru matematika : Apa dan bagaimana mengembangkannya. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, pada tanggal 30 Mei 2008, di Yogyakarta.
Wood, Leigh N. (2011). Practice and conceptions : Communicating mathematics in the workplace. Tersedia : http://www.springerlink.com. Diakses : 02 November 2011.




Read more ►
 

Copyright © MGMP MATEMATIKA SMP OGAN ILIR Design by O Pregador | Blogger Theme by Blogger Template de luxo | Powered by Blogger